Mencintai Bukan Berarti Tak Mengkritik
Dan mengkritik bukan berarti seenaknya. Refleksi segar Idul Adha, seenggaknya bagi saya :’)
“My Darling Winston — I must confess that I have noticed a deterioration in your manner; & you are not so kind as you used to be.”
— Cuplikan surat dari Clementine Churchill kepada suaminya, the one and only, Winston Churchill
Akhir-akhir ini, saya demen nonton film-film yang beraroma sejarah Inggris. Gara-gara The Crown, sih (huehe)! Kemudian lanjut di Netflix, ada film tentang gimana Winston Churchill memimpin kabinet Perang Dunia II, The Darkest Hour.
Film ini meraih 2 penghargaan Oscar. Salah satunya, Best Actor yang diraih oleh pemeran Winston, Gary Oldman (doi main jadi Sirius Black juga lho di Harry Pottter!).
Okay. Back to the topic. Sebelum nanti ngeuh, arahnya kemana dan apa nyambungnya dengan Idul Adha. He he.
Nah, sebenarnya yang mau pertama saya bahas di sini adalah, hubungan antara istri Winston, Clemmie (Clementine) dengannya.
Kalau nonton The Crown, bakal keliatan bahwa Clemmie tuh bestfriend-nya Winston banget.
Clemmie digambarkan sesosok yang bener-bener suportif, tipikal istri ‘banget’ (suka merajut termasuk indikator typical wife nggak sih?), penyayang, tapi sobat ngobrolnya Winston juga yang asyik, bahkan tentang urusan politik yang biasa Winston jabanin.
Di The Darkest Hour juga sama. Keliatan banget nyohibnya.
Lucu pas ada adegan mereka berantem gara-gara masalah ekonomi keluarga, terus Winston mengademkannya dengan ngegombalin Clemmie. Akhirnya mereka saling menyamankan satu sama lain dengan menempelkan dahi. Good spouses is the one who know how to fight and making the best of it! :p
Mungkin ada beberapa adegan yang memang nggak beneran terjadi. Cuman kalau saya browsing beberapa kali tentang pasutri Churchill, hubungan mereka begitu penuh afeksi hingga maut memisahkan mereka.
Clemmie tipe istri yang terlihat sangat mendukung langkah suaminya secara publik, namun nggak segan memberi masukan dan kritikan di belakang layar.
Ia pernah secara khusus menulis surat pada Winston, yang berisi tentang kritikan yang — penuh kasih sayang :). Kutipan awal yang saya tulis di atas adalah secuplik dari isi suratnya.
“Affectionately Giving Advice” — Ust. Nouman Ali Khan
Kamu bisa baca surat Clemmie pada Winston di sini. Cuman, saya mau tuntjukkan beberapa bagian yang menjadi pegangan bagi saya — dalam mengkritik orang yang kita sayangi.
Surat tersebut diawali dengan…
“My Darling, I hope you will forgive me if I tell you something that I feel you ought to know…”
Ketika Clemmie hendak menyampaikan kritikan pun — diawali dengan sapaan sayang ‘My darling…’ Yang saya pelajari, tegaskan di awal bahwa gimanapun kritik kita kepada sosok yang kita sayangi, kita menyampaikannya atas dasar sayang.
Untaian kata selanjutnya juga mindblowing: “I hope you will forgive me if I tell you something that I feel you ought to know..” Semacam adab penyampaian, yang diwakili dengan permohonan maaf karena akan memaparkan suatu kritikan yang perlu si penerima dengar.
Selanjutnya, isinya memaparkan argumen dari Clemmie pada Winston yang sungguh artikulatif, sehingga sampailah ke inti dengan ciamiknya…
“…My Darling Winston — I must confess that I have noticed a deterioration in your manner; & you are not so kind as you used to be.”
Sapaan ‘My Darling’ diulang lagi! Ditegaskan lagi, sebelum akhirnya Clemmie menyampaikan kritik. ‘I must confess..’ juga menyatakan bahwa hal ini urgent untuk disampaikan, demi kepentingan suaminya, demi kepentingan bersama.
Bener-bener kritik yang shungguuuhh elegann. Masyaallah.
Lihat suratnya Clemmie ke Winston, saya jadi inget lecture-nya Nouman Ali Khan (saya harus nyari lagi). Bahwa jika membedah maksud dari kata ‘Nasihat’ — ialah bukan sekedar ngasih nasihat, tapi affectionately giving advice.
Pastikan yang sampai duluan ke penerima nasihat/kritik adalah rasa sayang kita — bahwa kita sayang sama orang tersebut, bahwa kita pengen orang tersebut jadi lebih baik dari sekarang. Dan tetap, setelah itu nasihat perlu digulirkan.
Mencintai Bukan Berarti Tidak Mengkritik
Nah, Tris, apa nyambungnya sama Idul Adha? Salah satu pelajaran di momen Ied Adha ini adalah, gimana caranya rasa sayang saya sama orang-orang yang saya sayangi — nggak ngehalangin saya untuk memberi kritik dan nasihat pada mereka.
Ambil contoh, pada suami. Sejujurnya, selama ini saya struggling untuk berjarak pada suami. Untuk mengevaluasi apa saja hal-hal kurang baik darinya dan pengaruhnya terhadap saya, begitupun sebaliknya: apa saja hal-hal kurang baik dari saya dan pengaruhnya terhadapnya.
Karena terlampau nyaman dan sayang, acapkali saya suka ‘kebawa’. Suami saya juga mungkin begitu ‘kebawa’ sama hal-hal buruk dari saya.
Tapi, lecture Idul Adha Nouman Ali Khan beberapa tahun lalu ngajarin saya spirit Ibrahim a.s. yang berani menasihati ayahnya (walaupun Ibrahim sayang banget), ‘mengorbankan’ Siti Hajar dan bayinya untuk ditinggalkan atas perintah Rabb-nya, serta bersedia menyembelih Ismail a.s.
Semua atas nama kebenaran yang disampaikan oleh Rabb-nya. Dan kendati Ibrahim dikenal sebagai orang yang kritis dan non-konformis, beliau sendiri dikenal sebagai orang yang lembut hatinya. Termasuk dalam menasihati.
Yapp, my Eid al-Adha lesson for this year is: berjaraklah secara berkala dengan orang-orang yang memang bikin kita nyaman, yang kita sayangi — agar kita dapat menasihatinya secara tepat — demi dirinya yang lebih baik — demi kemaslahatan bersama pula.